Ingin Tahu Penyebab dan Ancaman Penyakit Tifoid? Ketahui di Sini!

, JAKARTA - Penyakit demam tifoid Atau demam berdarah adalah salah satu kondisi yang sering dihadapi oleh penduduk Indonesia. Apa sajakah faktor-faktornya, serta langkah-langkah apa yang dapat dilakukan untuk menghindarinya?

Berdasarkan informasi dari Kementerian Kesehatan, demam tifoid dipicu oleh kuman Salmonella typhi. Walaupun banyak orang tidak memberikan perhatian cukup terhadap jenis bakteri ini, ternyata bisa menimbulkan masalah kesehatan berat yang membahayakan nyawa.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2024 jumlah kasus demam tifoid yang direkam di seluruh wilayah negara ini mencapai angka 41.081 kasus.

Angka ini menunjukkan bahwa penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, terutama di daerah dengan sanitasi yang kurang memadai dan di kalangan masyarakat yang memiliki kebiasaan jajan sembarangan atau sering beraktivitas di luar ruangan tanpa perlindungan memadai.

Dalam acara Medical Manager Vaccine oleh PT Kalventis Sinergi Farma, dr. Riska Rasyidin menyatakan bahwa demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi pada sistemik yang secara khusus menginfeksi saluran pencernaan, lebih spesifik lagi di bagian usus halus.

Berikut ini merupakan gejalanya: demam tinggi yang bertahan selama lebih dari tujuh hari dan umumnya cenderung meningkat pada malam hari.

"Gejala tersebut berbeda dari demam yang disebabkan oleh infeksi virus umum yang biasanya bertahan selama 3 sampai 5 hari. Penderita typhoid kebanyakan akan merasakan masalah pada sistem pencernaannya seperti perasaan mual, bengkak, kesulitan buang air besar hingga diare, serta sensasi letargi dan nyeri otot yang cukup parah," ungkapnya saat siaran langsung Instagram @ptkalbefarmatbk, Kamis (1/5/2025).

Kelompok umur yang sangat rawan terkena penyakit typhus relatif luas. Ini mencakup anak-anak pra-sekolah dan sekolah dasar yang mulai sering makan di luar rumah, para remaja, sampai ke orang dewasa, semua memiliki risiko tersebut.

Dokter Riska menekankan bahwa faktor risiko utamanya adalah kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi.

"Lagipula Indonesia merupakan area dengan tingkat infeksi tipus yang cukup tinggi, oleh karena itu setiap individu yang kurang memperhatikan kebersihan pangan memiliki risiko tertular," tambahnya.

Meskipun begitu, ancaman dari demam tifoid jangan diabaikan. Dr. Riska mengingatkan bahwa apabila tidak ditangani secara akurat dan cepat, infeksi tersebut bisa menimbulkan masalah kesehatan yang berat seperti kebocoran pada usus.

Sebab itu, bakteri yang menyebabkan demam tifoid bisa merambat lewat aliran darah menuju beberapa organ penting, seperti liver, spleen, hingga mencapai otak. Keadaan tersebut mungkin diindikasikan oleh rasa sakit abdominal yang parah serta abdomen yang keras, kondisi yang memerlukan pertolongan medis segera.

"Pada tahap ini, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan intensif. Fakta inilah yang mendasari pentingnya pencegahan sejak dini, dengan vaksinasi sebagai salah satu strategi utama," tambahnya.

Dia menegaskan bahwa vaksinasi merupakan salah satu upaya melindungi diri kita dari demam tifoid, dalam hal ini sebagai proteksi dini.

Dalam hal cara kerjanya, vaksin tifoid diproduksi dengan mengunakan bakteri salmonella typhi yang telah dilemahkan atau dinonaktifkan. Saat diberikan sebagai suntikan, vaksin ini akan mendorong sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi khusus tanpa menimbulkan penyakit itu sendiri.

Menurut penjelasannya, "vaksinasi bukan saja berfungsi untuk mencegah infeksi, namun juga dapat memperkecil tingkat keparahan gejala apabila seseorang masih tertular bakteri."

Meskipun demikian, penting untuk dikenali bahwa efek proteksi dari vaksin bukanlah sementara hanya dengan sekali pemberian suntikan. Vaksinasi tifoid harus dilakukan kembali setiap tiga tahun, mengingat tingkat antibodinya akan berkurang sejalan dengan waktu.

Terkait dengan jangka waktu ideal untuk vaksinasi, dikatakan semakin awal semakin baik. Menurut dokter, dibutuhkan waktu antara 1 sampai 2 minggu setelah menerima vaksin agar sistem kekebalan tubuh dapat membentuk perlindungan yang cukup.

Maka dari itu, ia secara kuat mengusulkan agar pemberian vaksin dijalani sebelum ancaman penyakit timbul atau sebelum bepergian ke wilayah yang memiliki tingkat higiene rendah.

Bagi mereka yang telah tertular demam typhoid sebelumnya, disarankan untuk tetap mendapatkan vaksinasi. Ini dikarenakan bakteri dapat berkembang biak dalam kantong empedu dan memicu penyakit tersebut muncul kembali.

Di luar program vaksinasi, dokter menekankan bahwa menjaga kebersihan pribadi dan higiene makanan masih menjadi hal yang krusial. Rutinitas sepele seperti mencuci tangan menggunakan sabun, memastikan makanan sudah matang sepenuhnya, serta mengurangi konsumsi makanan mentah bisa sangat membantu dalam mencegah infeksi. Sebab itu, vaksin tidak berarti sebagai izin untuk makan sembarangan.

"Bagi orang-orang yang sedang mengidap penyakit tifoid, disarankan untuk menjalani pola makan tertentu, yakni dengan memakan makanan lembut, berkurang seratnya, serta tidak pedas guna mendukung usus yang bengkak agar bisa sembuh lebih cepat," terang Dokter Riska.