MSN.CO.ID, SEMARANG - Gubenur Jawa Tengah Ahmad Luthfi berencana untuk membatalkan semua tunggakan pajak serta dendanya terkait kendaraan bermotor. Total nilai dari tunggakan tersebut dikatakan mendekati angka Rp 2,8 triliun.
"Pemerintahan Jawa Tengah memiliki Peraturan Gubernur Nomor 31 mengenai Pengelolaan Hutang Daerah. Dalam pertemuan bersama semua Bupati/Walikota dan tim mereka, kami mendiskusikan pengumpulan pajak Kendaraan Bermotor di wilayah tersebut, dimana terdapat sekitar Rp 2,8 triliun dari penduduk lokal yang belum melunasinya," ujar Luthfi saat ditemui di ruangan kerjanya pada hari Senin tanggal 24 Maret tahun 2025.
Selain memperbincangkan hal ini bersama kepala daerah seluruh Jawa Tengah, Luthfi menyatakan telah melakukan koordinasi dengan Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappenda) Jateng, Bagian Anggaran Pemerintahan Provinsi Adminduk dan Keuangan Daerah (BPKAD) Jateng, serta Jasa Raharja. Dia menambahkan bahwa mereka berniat untuk melenyapkan hutang pajak beserta denda yang terkumpul, namun dalam periode tertentu yakni dari tanggal 8 April hingga 30 Juni." katanya.
dia menginginkan pengecualian utang pajak untuk sepeda motor dapat membantu warga negara. dia menambahkan bahwa hal tersebut telah ditandatanganinya dalam aturan gubernatorial tentang persetujuan beberapa pihak lainnya seperti kepolisian serta jasa raharja," kata luthfi.
Luthfi meminta warga Jawa Tengah agar cepat menyelesaikan pembayaran pajak kendaraan bermotor tahun ini. Dia menjelaskan bahwa "pajak tahunan harus diselesaikan. Sebab syarat dari pengampunan pajak adalah dengan membayar pajak tahunannya tersebut. Apabila mereka sudah melunasi pajak untuk tahun 2025, kami akan mencabut tagihan pajak terhutang mereka," ungkapnya.
Selanjutnya, Kepala Bapenda Jateng Nadi Santoso menyatakan bahwa ada kira-kira 12 juta tunggakan pajak untuk kendaraan bermotor di Jawa Tengah. Dia menambahkan, "Jumlah yang belum membayar diperkirakan mencapai sekitar 5 juta."
Dia menyatakan bahwa di Kuartal I tahun 2025, pencapaian pendapatan dari cukai kendaraan bergerak mencapai kira-kira 20% atau setara dengan angka Rp900 miliar. Berdasarkan analisis Nadi, alasan pokok dibalik jumlah tunggakan cukai kendaraan yang masih tinggi merupakan rendahnya pemahaman serta taat peraturan publik terkait hal ini.
Nadi menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus melaksanakan berbagai kegiatan penyuluhan guna memastikan warga membayar pajak kendaraannya. Dia menambahkan, "Program penghapusan utang pajak kendaraan ini sekaligus bertujuan untuk meningkatkan tingkat ketaatan pembayaran pajak."
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya telah merumuskan sebuah keputusan untuk membatalkan semua piutang pajak kendaraan bermotor, mencakup baik motor maupun mobil, kepada warga yang sampai saat ini belum menyelesaikan kewaji banannya hingga tahun 2024.
Dedi dari Bandung, pada hari Rabu (19/3/2025), menjelaskan bahwa aturan baru ini mencakup pemberian penghapusan kewajiban membayar tunggakan pajak untuk kendaraan bermotor baik oleh warga maupun badan usaha yang memiliki atau menduduki kendaraan tersebut di area kerja Polda Jawa Barat serta Polda Metro Jaya. Kebijakan ini diberlakukan mulai sekarang sampai dengan akhir tahun 2024, tidak terbatas pada jangka waktu tertentu.
Warga diberi kesempatan untuk mengextensikan periode keberlakuan pajak kendaraan mereka dari tanggal 20 Maret hingga 6 Juni 2025, cukup dengan membayar pajak tahun aktif tanpa perlu menyelesaikan kewajiban terhadap pembayaran sebelumnya.
"Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberikan pengampunan dan pembebasan untuk semua tunggakan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Namun, permintaan perpanjangan ini diharapkan bisa dilakukan setelah Idul Adha," kata Dedi.
Dedi menyatakan bahwasanya pajak kendaraan mempunyai fungsi signifikan dalam penumbuhan fasilitas umum, seperti pembenahan jalanan. Karena itu, dia menekankan bila periode pemaafan terhadap keterlambatan bayar pajak sudah usai, maka mobil yang belum melakukan pembayaran pajak tak bakal diperbolehkan berkendara di ruas-ruas jalan provinsi se-Jawa Barat.
Mengenai risiko penurunan pendapatan daerah yang mungkin terjadi sebagai dampak dari kebijakan tersebut, Dedi mengingatkan untuk tidak fokus pada kerugian potensial, sebab hal itu akan membuka lapangan bagi wajib pajak tambahan.
Menurut Dedi, masyarakat enggan membayar pajak karena kewajiban mereka telah bertambah dan kemampuan pembayaran menjadi terbatas. Dia menjelaskan, "Alasannya adalah agar kita tidak kehilangan pendapatan dari sektor perpajakan lama, tetapi malah mengembangkan sumber penerimaan baru. Sebab, orang tersebut memang belum dapat membayarkan utangnya. Melalui cara ini, akan ada pengurangan beban serta insentif untuk meningkatkan etos dalam melunasi kewajibannya."