Terapi Sel Punca untuk Regenerasi Otot dan Sendi pada Penderita HIV dan Kanker

PIKIRAN RAKYAT - Dr. Rahyussalim, seorang dokter spesialis ortopedi dan traumatologi konsultan tulang belakang dengan gelar dr. Rahyussalim, Sp.OT(K), menegaskan bahwa terapi stem cell di bidang ortopedi bisa digunakan untuk meremedi jaringan tulang dan persendiannya yang rusak karena infeksi HIV ataupun kanker tulang. Menurut penjelasannya, metode pengobatan tersebut bukan bertujuan untuk membunuh virus HIV atau mencegah perkembangan sel-sel kanker; akan tetapi, lebih kepada perbaikan struktur jaringan saat kondisi dari penyakit-penyakit itu telah dikontrol.

Rahyussalim mengatakan bahwa infeksi HIV bisa menimbulkan beberapa jenis kerusakan pada jaringan tubuh, misalnya pada otot, persendian, tulang, serta kulit. Jika virus tersebut berhasil dikontrol sehingga menjadi nonaktif, perbaikan jaringan yang rusak dapat dilakukan menggunakan terapi sel induk. Prinsip ini juga berlaku bagi penderita kanker tulang. Apabila perkembangan sel-sel kanker sudah dicegah lewat metode seperti kemoterapi atau radioterapi, terapi sel induk mampu mendukung penyembuhan dari dampak yang ditimbulkannya pada struktur tulang.

Frekuensi dari terapi tersebut diatur sesuai dengan derajat keparahan kerusakan jaringan pada pasien. Dalam kasus yang serius, terapi mungkin diberikan tiga sampai empat kali agar mencapai efek maksimal. Sementara itu, apabila rusakannya termasuk ringan, hanya dibutuhkan satu kali terapi saja guna memfasilitasi penyembuhan.

Rahyussalim, sekaligus sebagai kepala UPT Layanan Sel Punca di RSCM, menyatakan bahwa ada rencana untuk melanjutkan pengembangan dan memeriksa kemungkinan aplikasi terapi ini ke dalam area kesehatan lainnya. Studi tambahan nantinya akan membentuk panduan tentang bagaimana sel punca dapat digunakan secara luas dalam beragam praktik perawatan kesehatan.

Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) kini menawarkan perawatan menggunakan stem cell orthopedic bagi para pasien yang menderita masalah pada sistem muskuloskeletal seperti sakit punggung, persendian, dan kondisi degeneratif lainnya. Stem cell adalah tipe sel yang belum ditentukan fungsinya secara spesifik dan dapat berkembang menjadi beberapa ragam sel tubuh lainnya. Di bidang kedokteran, komponen ini dipergunakan untuk memulihkan dan merombak jaringan-jaringan yang rusak karena penyakit ataupun cidera.

Layanan perawatan sel induk orthopedik di RSUI adalah produk dari kolaborasi antara RSUI dengan RSCM, didukung oleh penelitian dan pengembangan yang fokus pada penyediaan layanan. Rahyussalim menegaskan bahwa standar teknologi serta sarana dan prasarana dalam perawatan sel induk orthopedik di Tanah Air melebihi sejumlah negara jiran seperti Singapura dan Malaysia. Menurutnya, aplikasi metode ini di Indonesia memiliki keunggulan tersendiri, terutama ketika merujuk pada kondisi medis vertebrae.

Tanda-tanda dukungan atas pernyataan itu dapat dilihat dari peningkatan jumlah pasien asing yang berkunjung ke Indonesia guna menerima pengobatan stem cell ortopedi. Sebagian besar di antara mereka berasal dari Eropa dan Amerika. Berdasarkan keterangan Rahyussalim, adanya fasilitas layanan didorong oleh hasil penelitian merupakan faktor penting mengapa negara kita menjadi destinasi bagi para pasien internasional dalam mengejar terapi regeneratif semacam ini.

Dia menyebutkan bahwa Indonesia tidak memiliki masalah dalam mendapatkan stem cell dari plasenta manusia, berbeda dengan negara-negara lain dimana penggunaan stem cell seringkali berasal dari hewan. Di luar ketersedian teknologi dan sarana prasarana, sumber daya manusianya juga dinilai sangat mumpuni. Adanya organisasi semacam Masyarakat Indoensia Ortopedi Mehanobiologi (MIOB) membuktikan bahwa keahlian personel medis dalam melaksanakan terapi stem cell telah matang.

Meskipun begitu, penggunaannya masih dibatasi oleh biaya yang relatif mahal. Terapi stem cell orthopedic saat ini belum dilindungi oleh BPJS Kesehatan sebab masih diperlukan penelitian lebih lanjut. Rahyussalim mengajak pihak swasta, utamanya perusahaan asuransi, untuk mempertimbangkan pendanaan terapi tersebut sehingga bisa meningkatkan cakupan layanan bagi orang-orang yang membutuhkannya.

***